Selasa, 19 April 2016

 

One of the films I mean by this is Coach Carter . Film based on the true story of a basketball coach once outstanding educator , Ken Carter . He was not a regular basketball coach and teacher . He is an agent of change . And as usual , the acting natural and full of inspiration Samuel L. Jackson , who plays Coach Carter managed to describe this film as a whole .

Like a football team, Jackson 's role in this film like a playmaker . Acting trademark is alive and able to bring your soul to this film . He successfully played the character of Carter loud until you will think a thousand times to ask for trouble with this guy .


As the title suggests, the film tells the struggle Carter, coach of the basketball team of Richmond High School, a small town located in the region of California. The black coach accepted a job as coach of the Richmond Oilers basketball team, a team that arguably landless and often lost in the regional basketball championship.

Carter is the alumni of Richmond. In his time in school and strengthen the Richmond basketball team, he was among the highest scorers in the history of the school. Techniques and strategies to play basketball is not new to him. The headmaster did intend to call the legendary players like themselves to improving achievement.


What concerns when Carter first came to see the child care is a very bad condition. Child care is not only good at playing basketball, but those who become members of the team are students who mostly did misbehave. The members of this team is very undisciplined, rowdy, and did not pay attention in class. Carter first gig see how his team is beaten away by a tough team, St. Francis.
Carter believes that this job is not just a basketball coach, but more than that, he wanted to save young people from obscurity future. He then made a contract prior to the child's care. The contract contains a commitment to meet the standards of attendance in a certain percentage, sit at the front in every subject, specify the minimum requirement is a 2.3 GPA, up obligations in a suit neatly on a game day.
The contract is certainly hard for a group of unruly it. Carter did little face resistance to disobedience of foster children. But he remained adamant. He even let Junior Battle, center once the most powerful players on this team to go because they do not want to follow the rules.

In short, Carter has not only changed the basketball team geeky to be tough, but more than that he saved the future of troubled teens.

"Most of my team members first, end up in jail or killed after school. I want you all to think further and continuing education to college, "the Carter dialog that struck me as being the core of the moral message contained in this film.

So, this movie is not just a sport watch basketball, but also witnessed the inspiring story of a great coach.
 terjemah:

Salah satu film yang saya maksud ini adalah Coach Carter. Film berdasarkan kisah nyata dari seorang pelatih bola basket sekaligus pendidik luar biasa, Ken Carter. Ia bukanlah pelatih basket dan guru biasa. Ia adalah seorang agen perubahan. Dan seperti biasa, akting natural dan penuh penjiwaan Samuel L. Jackson yang memainkan peran sebagai Coach Carter berhasil menggambarkan film ini secara keseluruhan.
Ibarat tim sepak bola, peran Jackson dalam film ini ibarat playmaker. Akting khasnya sungguh hidup dan mampu membawa jiwa kita kepada film ini. Ia sukses memerankan karakter keras Carter hingga anda akan berpikir seribu kali untuk mencari gara-gara dengan orang ini.
Seperti judulnya, film ini menceritakan perjuangan Carter, pelatih tim bola basket dari Richmond High School, sebuah sekolah yang berada di kota kecil wilayah California. Pelatih berkulit hitam itu menerima pekerjaan sebagai pelatih tim basket Richmond Oilers, tim yang bisa dibilang gurem dan sering kalah dalam kejuaraan bola basket regional.
Carter adalah alumni dari Richmond. Pada masanya bersekolah dan memperkuat tim basket Richmond, ia termasuk pencetak skor tertinggi sepanjang sejarah sekolah itu. Tehnik dan strategi bermain basket bukanlah barang baru baginya. Kepala sekolah memang bermaksud memanggil pemain legendaris seperti dirinya demi meningkatkan prestasi.
Yang menjadi perhatian Carter pada saat pertama kali datang menemui anak asuhannya adalah kondisi yang amat buruk. Anak asuhannya bukan hanya tidak bagus dalam bermain basket, tapi mereka yang menjadi anggota tim adalah siswa-siswa yang kebanyakan memang berkelakuan buruk. Para anggota tim ini amat tidak disiplin, suka membuat onar, dan sama sekali tidak memperhatikan pelajaran di kelas. Pertunjukan pertama yang Carter lihat adalah bagaimana timnya dipecundangi habis oleh tim tangguh, St. Francis.
Carter memandang bahwa pekerjaan ini bukan sekadar melatih basket, tapi lebih dari itu, ia ingin menyelamatkan anak-anak muda ini dari ketidakjelasan masa depan. Ia lantas membuat kontrak lebih dahulu dengan anak asuhannya. Kontrak itu berisi komitmen untuk memenuhi standar absensi dalam prosentase tertentu, duduk paling depan dalam setiap mata pelajaran, menentukan syarat minimum indeks prestasi sebesar 2.3, hingga kewajiban memakai setelan jas rapi di hari pertandingan. Kontrak tersebut tentunya berat bagi sekelompok anak sulit diatur itu. Carter tidak sedikit menghadapi resistensi hingga pembangkangan dari anak asuhnya. Namun ia tetap teguh pada pendiriannya. Ia bahkan membiarkan Junior Battle, centre sekaligus pemain paling hebat di tim ini untuk pergi karena tidak mau mengikuti aturan.
Singkatnya, Carter bukan hanya berhasil mengubah tim basket culun menjadi tangguh, tapi lebih dari itu ia menyelamatkan masa depan remaja-remaja bermasalah.
 
“Sebagian besar anggota tim saya dulu, berakhir di penjara atau terbunuh setelah lulus sekolah. Saya ingin anda semua berpikir lebih jauh lagi lalu melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah,” demikian isi dialog Carter yang menurut saya menjadi inti dari pesan moral yang terdapat di film ini.
So, menonton film ini bukan hanya menyaksikan olahraga bola basket, tapi juga menyaksikan kisah inspiratif seorang pelatih hebat.